Does It Make Sense?
https://fr.123rf.com/photo_40507215_illustration-de-bande-dessin%C3%A9e-d-un-couple-parlant-beaucoup-et-en-partageant-une-conversation-signi.html |
Harapan adalah yang paling menguatkan
manusia dalam bertindak, melangkah dan memberi. Harapan sering kali membuat
kita lebih lama menunggu. Menunggu sebuah kata yang terucap menjadi memori yang
akan terlalui dan mungkin akan sulit untuk dihapus. Kata apapun yang terucap
oleh seorang yang kita harapkan memenuhi, akan terasa layaknya janji. Janji
yang menjadi piutang selama belum terpenuhi.
Padahal tanpa disadari kitapun sering
sekali mengucap kata yang tersirat harap, kata yang berdenotasi janji. Mana
mungkin kita lupa? Karena tak ada kemauan sedari awal kata akan
diucap. Ya karena hanya ingin sekedar berucap iya-iya aku nggak
gitu lagi etc etc etc..
Tapi seyogyanya manusia, selalu
menuntut atas harap yang kadang diciptai sendiri tanpa persetujuan pemberinya.
Atau Cuma aku yang berfikir demikian?
Yatapi begitulah kurangku, mungkin ada
yang demikian juga, ada kan yang pernah mendengar manisnya seseorang berucap iya nanti aku akan......
Padahal belum tentu ada ketulusan
didalam ucapnya. Bisa saja itu menjadi kalimat yang memudahkannya untuk
mengakhiri perbincangan denganmu. Atau (seperti budaya kita) hanya sekedar
ingin menyenangkan orang lain.
Bahkan sudah menjadi hal yang biasa
bagi mereka yang telah muak dengan ucapan tanpa makna seperti tersebut diatas.
Mereka dengan sadar memahami bahwa itu hanya manis di bibir dan
dengan mudah juga melupakannya.
Aku juga selalu ingin berusaha seperti itu,
melupakan kata tak bertuan harapnya dan bahkan janji tulus sekalipun. Coba deh
kalian inget-inget lagi, pasti kalian akan pay more attention saat seorang yang
kalian harapkan ucapnya menyatakan banyak hal-hal manis pada kalian, yang
padahal belum tentu ketulusannya sampai di mana, somehow ada beberapa yang
memang tulus berucap pada awalnya namun sungguh keadaan membuatnya sulit
memenuhi and sometimes sebenernya ingin meminta bantuan kita untuk
melakukannya, namun karena merasa kita tak menuntut lalu dibiarkan berlalu
begitu saja. Nah, apalagi yang tanpa ketulusan, mereka terkadang hanya sekedar
berucap, entah untuk bahan obrolan saja atau menyenangkan kita.
And the worst thing is dengan curangnya
kita ingin sekali menagihnya atas nama janji. Ingat saja dulu semua tekad yang
kita ucap untuk diri sendiri, have you done it all? Padahal aku yakin sih itu
pasti kalian ucap dengan penuh kesungguhan. Toh kalian juga masih susah
mewujudkannya. Padahal sama sih, ini semua dengan tujuan untuk kebaikan kalian, maybe~
Jadi jangan buat lelah diri kalian atas
piutang-piutang yang belum tentu wajib ditepati karena tiada niat awalnya untuk
kata tersebut diucap. Aku minta tolong untuk lebih menghargai lelah atas diri
kalian yang telah melakukan banyak hal lain yang positif tentunya untuk diri
sendiri bahkan orang lain.
Lebih tekankan untuk mengingat banyak hal yang telah kalian
tekadkan untuk memperbaiki diri. Coba deh buka kembali wish list yang kalian
tulis pada malam 31 Desember 2017 misalnya. I bet there are so many things to
do in 2018. So, tagihkan kegigihan diri sendiri untuk berhenti menjadi lebih
buruk tanpa perbaikan, usahakan lebih atas janji yang kalian ucap, dan sekuat
tenaga ingatlah tiap kata yang mungkin menjajikan orang lain or make it less
(say something random that could be hope for others, instead).
0 comments