Cerpen #1
Hello again from me, a lazy one to go bath and so hard to sleep early. Well today I don't really know what to write actually, but it turns out remind me to my high school moments. It was quite great to have some good friends and learnt a lot of good things together. Weirdly all of those stuff build me to write more short stories just in case in a hope to get more money (once it published on a magz, you know now none such a thing) to buy food to eat or my favorite thing "jacket". Well it was really a must item to have since I gotta wake up early and catch bus at half past four every morning. So yeah, here is one of my drafts. It is silly I know, but common, try to understand how cool it was when I was younger:
Still And Always Will
Pagi ini Shiera semangat menyambut hari Senin. Haha ... iya sumpah! Ini hari Senin. Mungkin karena Fardini. Bukan teman special sih, tapi dia selalu bisa membuat Shiera merasa begitu. Sekalipun, Shiera tahu selama ini mereka sekedar berteman, sekedar melakukan hal-hal yang normal yang seharusnya teman baik lakukan.
Still And Always Will
https://www.wikihow.com/Tell-if-Your-Best-Friend-Loves-You |
Pagi ini Shiera semangat menyambut hari Senin. Haha ... iya sumpah! Ini hari Senin. Mungkin karena Fardini. Bukan teman special sih, tapi dia selalu bisa membuat Shiera merasa begitu. Sekalipun, Shiera tahu selama ini mereka sekedar berteman, sekedar melakukan hal-hal yang normal yang seharusnya teman baik lakukan.
Mereka bahkan tidak pergi ke sekolah yang sama. Shiera
nggak sekedar tergila-gila dengan London dan Oxford, dia juga sedikit addicted dengan Liga Inggris belakangan
ini. Yeah, itu juga karena Fardini. Dia selalu punya dunianya sendiri yang unik,
yang menantang dan tanpa beban. Bukanlah
enteng menjadi anak tunggal seperti Shiera, ayahnya single parent yang nggak banyak menuntut, sebenarnya. Tapi Shiera
selalu merasa begitu. Merasa dituntut. Itulah mungkin yang membuatnya begitu
membutuhkan Fardini. Sangat butuh udara yang sama dengan yang dihirup Fardini.
Agar selalu merasa sebebas dirinya. “Ra, buruan dikit. Ada janji penting, nih!”
Teriak Fardini sekenceng-kencengnya dari pagar luar rumah Shiera. Begitulah
pagi mereka, berangkat bersama, tapi tanpa tujuan yang sama. Fardini selalu
sabar menungggu Shiera, hanya untuk berangkat bersama sebatas gang depan,
setelahnya, Bis mereka nggak sejalur. Terpisah juga kan akhirnya? “I’m coming, kapten,”
jawab Shiera terengah, setelah pamit ayahnya. Memang selama ini Fardini selalu early dan Shiera yang membuat mereka telat
selebihnya.
**
Sesampainya di sekolah, Shiera selalu jadi orang lain,
yang pendiam, yang seperti tanpa teman semacam Fardini. Begitulah semenjak dia
kehilangan Mamanya 4 tahun yang lalu. Ceritanya panjang, bahkan Shiera juga
nggak yakin ingat betul. Karena dia sempat tak bicara pada siapapun dalam waktu
yang nggak sebentar. Sampai akhirnya dia menemukan seseorang semacam Peter Pan,
teman Tinkerbel. Yup! Fardini. Dia pernah bilang kalo sebenarnya Shiera adalah
perinya yang kabur dari toples magicnya,
yang diberi nama Tink, mungkin maksudnya Tinkerbel. Jadi Shiera menyebut
Fardini sebagai Peter Pan-nya. Mereka sudah bertetangga sejak kecil. Jadi yang
akhirnya mampu membangkitkan Shiera yang -lebih dari- terjatuh ternyata ya cuma
Fardini.
Hari ini Fardini ada pertandingan basket, lantas dia
nggak ingin telat gara-gara Shiera. Sayang, Shiera nggak bisa menyemangatinya.
Tapi, dia percaya Fardini akan memenangkannya lalu mengajak Shiera menaiki
bukit dan makan es krim bersama untuk merayakannya. Seperti yang biasa dia
janjikan. Yes!
**
Langit sudah kemerah-merahan seharusnya, hanya saja Bandung
akhir-akhir ini sedikit mendung. Shiera masih menunggu Fardini datang di ujung
gang rumah mereka, sendirian. Hingga akhirnya rintikan air dari langit
membasahi pipinya, perlahan. Semakin dingin. Hujan masih berupa rintikan, jadi
Shiera memutuskan menunggu lebih lama.
Sampai akhirnya mobil tua memasang lampu sen hendak belok
ke kanan, ke arah Shiera. Genangan air yang tidak jauh memaksanya minggir
sejenak. Setelah berlalu, Shiera kembali mendongakkan kepala, dilihatnya langit
gelap yang kelam, terlihat sambaran kilat tanpa suara tepat di sisi barat daya
tempatnya berdiri saat ini. Sampai akhirnya dia tersadar, mobil tua itu
mematikan mesinnya tepat di depan rumah Fardini, yang membuatnya menoleh.
Terlihat anak laki-laki jangkung itu merendahkan kepalanya mendekati kaca
pengemudi seraya mengangguk-angguk, lalu melambaikan tangan. Beberapa detik
kemudian, mobil tua itu mundur dan memutar arah. Keluar gang. Semakin menjauhi
Shiera yang masih mematung di mulut gang. Semenit kemudian HP-nya bergetar,
terasa sangat mengagetkan. Dibaca pesan dari Fardini ‘MAAF AKU KALAH. SLEEP
WELL’. Digenggamlah HP lamanya itu kuat-kuat dan ditinggalkannya gang yang
semakin sepi itu, untuk mencari tempat yang teduh. Shiera pulang, tanpa
membalas pesan Fardini.
**
Keesokan harinya, sepulang dari sekolah, Fardini tidak
menemukan Shiera di mulut gang seperti biasa. Lalu dia putuskan membuka pagar
rumah Shiera, lalu diketuknya pintu kayu yang bercat putih tulang itu, pelan.
“Siang, mbak” begitu melihat Mbak Mila, yang
menemani Shiera saat Mamanya sudah tiada itu mendekat membukakan pintu. “Masuk
bang, Mbak Shiera agak nggak enak badan, tuh di kamar. Nggak mau minum obat,
nggak mau makan, nggak m...,” Fardini memotongnya “Tadi sekolah?” “Nggak bang,
diminta istirahat aja sama bapak, saya angkat jemuran ya, bang,”
Ya begitulah, Shiera dan Fardini sudah seperti saudara,
ayah Shiera juga sering memanggilnya “bang”, seperti yang dilakukan almarhum
Mamanya. “Sakit apa Tink? Katanya diantar Om Sasongko tadi ke sekolah?” Fardini
nyelonong masuk kamar Shiera. Tidak ada jawaban, dilihatnya gadis malang itu
duduk di jendela yang menghadap ke rumah Fardini, tepatnya kamarnya. “Haloooo
orangnya di sini.” “Oh sudah pulang dari Neverland? Ketahuan deh, bohongnya.” Jawab
Shiera lemas. “Hah? Tempat apa itu?” Ya pertanyaan semacam ini yang Shiera
suka, yang Shiera selalu ingin dengar dari Fardini. “Aku Cuma flu, parno ya
ayahku, selalu kan?” Shiera mengalihkan pembicaraan. “Well soon ya guruku yang
paling galak,” “Makasih lho, murid yang paling males,” lalu mereka tertawa
hampir bersamaan. Selama ini mereka selalu menyempatkan belajar bersama, tapi endingnya selalu Fardini yang ketiduran,
Fardini yang kabur nonton bola, Fardini yang kabur main bola di lapangan dekat
rumah, selalu Fardini yang begitu. Dia nggak pernah jago-jago amat Bahasa
Inggris, tapi playlist di HP dan
PC-nya lagu western rock punk semua.
Lucu ya? Minimal dia selalu bisa menjelaskan makna tiap lagu yang di downloadnya.
**
Mungkin sungguh berat mengartikan keinginan Shiera, dia
sangat butuh Fardini, butuh tapi untuk selamanya. Jika bersama yang seperti itu
nggak mungkin, Shiera pasti mengharapkan cara bersama yang lain. Asal selalu
bersama Fardini. Kadang dia ingin menuliskan takdir yang buruk tentang dirinya
sendiri. Seperti berharap tiba-tiba dia sakit kanker lalu Fardini akan mau
menuruti semua inginnya, seperti di film yang pernah ditontonnya. Tapi itu
belum juga terjadi. Terakhir, Shiera hanya flu, karena kehujanan menunggui
Fardini yang ternyata pulang bersama teman cantiknya.
Yup! Belakangan ini Fardini akhirnya cerita apa yang
terjadi malam itu. Dia kehilangan dompetnya saat pertandingan, sampai akhirnya
Rita temannya yang katanya ‘baik’ dan ‘cantik’ itu memberinya tumpangan.
Mengingat itu semua, membuat Shiera merasa dikhianati. Seperti tak diharapkan
lagi, atau jangan-jangan ini pertama kalinya Shiera tahu. Sedangkan Fardini
ternyata justru banyak menghabiskan waktu bersama Rita saat di sekolah.
Entahlah.
**
Malam ini ternyata tiba-tiba saja tantenya Fardini
melahirkan, sehingga ayah dan ibunya juga harus ke rumah sakit untuk membantunya,
tentu saja. Fardini menawari untuk menghabiskan malam ini di rumahnya. Karena
rumahnya kosong.
“Aku boleh masuk?” tanya Shiera setelah Fardini
merebahkan badannya di tempat tidurnya. “Jangan mikir yang nggak-nggak kaya di
film dramamu, deh. Come in!” katanya sok dewasa. Pelan-pelan Shiera melangkahkan
kakinya memasuki ruangan yang asing itu. Selama ini Fardini saja yang keluar
masuk kamar Shiera seenaknya. Sedangkan Shiera nggak pernah sekalipun. Ini
pertama kalinya. Kamarnya rapi. Dia penggemar berat Green Day, rupanya. Ada
poster super jumbo di sisi dinding kamarnya, buku pelajaran tertata rapi di
meja belajar yang berwarna biru muda, ada almari berukuran sedang yang memenuhi
sisi kanan tempat tidurnya, dan yang terakhir, jendela yang selama ini terlihat
dari kamar Shiera, ada gantungan berupa dream
catcher yang terbuat dari rotan, sama seperti yang diberikannya kepada
Shiera dua tahun yang lalu, oleh-oleh dari Lombok. Selama ini, ruangan ini
terlihat samar dan sangat ingin dihampiri Shiera, dan sekarang dia berada di
sana bersama empunya.
“Santai aja, anggap rumah sendiri. Acaranya apa nih?”
Kata Fardini tiba-tiba setelah membaca pesan dari HP-nya, langsung membuyarkan
lamunan Shiera yang kini duduk di kursi meja belajar Fardini. “Bentar ya, aku
ambilin minum, hehe. Ntar kamu mati dehidrasi,” candanya seraya bangkit dan
keluar dengan ogah-ogahan. Shiera hanya melempar senyum kecil. Shiera melihat
meja belajar rapi itu, tertempel di sana foto bersama dirinya saat wisuda SMP
dulu, foto saat SD, foto pot bunga yang pecah, yang Shiera juga bingung apa
artinya. Lalu ada buku bersampul hitam dengan tulisan besar berwarna putih,
MISI. Shiera ambil, dia membayangkan mungkin berisi misi-misi gilanya yang lain,
yang sangat rahasia, sehingga Shiera belum pernah diberi tahu buku unik ini.
Dibukanya halaman pertama, ada coretan-coretan karikatur personil Green Day dan
tertulis di bawahnya ‘AKU AKAN GANTIKAN VOKALIS KALIAN’. Gila memang. Dibukanya
halaman selanjutnya, lalu Shiera hendak pindah tempat duduk ke tempat tidur
Fardini, agar lebih nyaman. Tapi, pluk! Terjatuh sebuah foto berukuran 4R, lalu
diambilnya. Dan Oh! Itu mungkin sang Rita batinnya, tubuh Shiera sedikit
mengejang. “Lihat aku bawa minum apa, nih? Ini...” suara Fardini dari lorong
terhenti melihat Shiera melihat foto itu. “Siapa ini, huh?” Tanya Shiera
berusaha tenang. Diulasnya senyum menggoda, penuh canda untuk menutupi apa yang
sebenarnya dirasakan. “Hahaha, ketahuan juga akhirnya. Dia Rita yang waktu itu
sempat aku ceritakan. Ingat?” Jawabnya sambil menaruh dua gelas susu coklat
panas di meja kecil dekat tempat tidurnya. Lalu ikut duduk di samping Shiera,
diraihnya foto itu, dan dipandangi dengan senyum yang sama seperti ketika dia
melihat hasil gambar Shiera yang katanya sangat ‘menghipnotis’. Shiera benci
saat-saat seperti ini. Saat-saat, seolah Shiera akan ditinggalkan Fardini. “Ingat,” akhirnya Shiera jawab singkat sambil
berusaha tenang. “Cantik. Pacar kamu ya?” Goda Shiera akhirnya, setelahnya dia
menelan ludah dalam-dalam. Sakit dadanya. “Nggak tahu, mungkin akan, hehe.
Belum ada moment yang pas. Saat
wisuda nanti mungkin. Setuju nggak?” goda Fardini sambil mengacak-acak rambut
Shiera. Shiera balas senyum datar. Tak dijawabnya.
Akhirnya malam itu Shiera hanya tiduran di tempat tidur
Fardini, sementara tuannya asik main playstation.
Susu coklat yang semula panas sudah semakin dingin. Tak disentuh keduanya.
Dibiarkan dingin begitu saja, hingga akhirnya Shiera memutuskan untuk pulang
saat jam digital di meja belajar Fardini menunjukkan pukul 11.43 PM. Dia nggak
betah berada di dalam ruang sunyi tanpa obrolan sedikitpun bersama orang yang
paling dikaguminya selama ini, dengan suasana yang nggak ingin ia kenang sama
sekali. “Sleep well.” Kata Fardini setelah sampai di depan pintu rumah Shiera,
untuk mengantarnya pulang. “Ya.” Jawab Shiera dengan suara serak. Lalu
ditutupnya pintu itu.
**
Lalu hari-hari berikutnya berjalan seperti biasa, seolah
malam itu tak terjadi apapun, namun bedanya, Shiera seolah bangun dari
mimpinya. Seolah hal abu-abu yang selalu membuatnya mati penasaran kini lebih jelas
hitamnya, lebih jelas putihnya. Kini dia tahu di mana dia sebenarnya. Bukan di
Neverland. Bukan di dalam kisah-kisah film atau novel yang sering dibacanya.
Nggak akan ada cinta sejati seperti di film Enchanted.
Yang ada hanya kehidupan yang nyata ini, yang sulit dipelajari, dan nggak
mungkin kita tuliskan endingnya
dengan mudah.
https://www.wikihow.com/Attract-the-Guy-You-Have-a-Crush-On |
Kini Shiera mengerti, dia juga butuh Anne, Lia, Niko,
Alfa atau Luki. Pokoknya teman yang lain, teman yang juga bisa menceritakan
adegan yang dibuat Spongebob tampak nyata, teman yang mampu membuat rekor baru
saat memainkan game di Hp-nya, teman yang normal yang tidak sesempurna Fardini,
teman yang mampu mendapat nilai 90 di kelas Bahasa Inggris, yang mendengarkan
lagu pop atau ballad dan tidak selalu menang dalam pertandingan basket.
Shiera sekarang lebih open
mind, It’s like she’s going to live her life. Ternyata dia bisa tetap
tertawa saat nonton Mr. Bean walaupun bukan Fardini yang duduk di sampingnya.
Akhirnya dia mengerti, Tink si peri yang dimiliki Fardini mungkin memang
sungguh ada, nyata. Dia memilih pergi dari toples di kamar Fardini yang indah
itu, mungkin karena ia tahu, selama ini Fardini seolah ingin memilikinya,
seolah akan selalu menjaganya, seolah sangat menyanginya, tapi nyatanya dia
memilihnya untuk menyimpan peri malang itu di toples. Tak pernah saling
berpelukan atau makan di meja yang sama, karena Fardini yang dia kenal selalu
memilih menghabiskan sepanjang hari untuk basket, main playstation, nonton bola, dan bla bla bla. Fardini hanya ingin
menyimpan peri itu begitu saja, mungkin agar dapat selalu dilihat saat dia
bangun, atau akan tidur.
Begitulah kenapa Tink memilih pergi, karena Peter Pan tak
sungguh ingin bersamanya. It feels like he
holds her without touch, and keeps her without any chains.
**
Shiera sedang terbaring di kamar Fardini seperti malam
itu, tapi suasana saat ini lebih disukai Shiera, karena ini sore yang cerah dan
bedanya foto Fardini bersama Rita kini ditempel di meja belajarnya,
menggantikan foto pot bunga yang pecah itu. Dan di dalam sana Fardini sedang
sibuk membungkus kado untuk Rita, yang katanya akan berulang tahun dua minggu
lagi. Diantaranya mengalun lagu Sarra Bareilles, Gravity, keras sekali. Tentu saja,
ini plalist Shiera. Di dalam ruang
yang akan selalu menjadi ruang yang paling istimewa itu, Shiera menyadari bahwa
hatinya ternyata mempunyai ruang yang sangat besar. Ternyata, dia tetap bisa
bersama Fardini, meskipun Fardini kini juga bersama Rita, dan meskipun kini
Shiera juga mengajak teman ekskul atau teman sekelasnya mampir ke rumah. Semua
terasa lebih mudah dan ringan, dan bebas. Beginikah rasanya hidup sebagai
Fardini yang tanpa beban?
Dalam hati, Shiera janji dan tak lupa menulisnya dalam
buku jurnalnya di rumah nanti, bahwa dia masih dan akan selalu menjadi Tink
untuk Peter. Dan kini ia menyanyikan bait-bait terakhir Gravity, setengah
berbisik “Something always brings me back to you it never takes too long...”
0 comments